Pengertian Silogisme dan salah nalar
Silogisme
Silogisme merupakan suatu cara
penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan/dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun
kadang-kadang secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia dihukum karena melanggar
peraturan “X”, sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal
berikut:
a. Barang siapa melanggar
peraturan “X” harus dihukum.
b. Ia melanggar peraturan “X”
c. la harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut
silogisme. Kalimat pertama (premis ma-yor) dan kalimat kedua (premis minor)
merupakan pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
Pada contoh, kita lihat bahwa
ungkapan “melanggar …” pada premis (mayor) diulangi dalam (premis minor).
Demikian pula ungkapan “harus dihukum” di dalam kesimpulan. Hal itu terjadi
pada bentuk silogisme yang standar.
Akan tetapi, kerap kali terjadi
bahwa silogisme itu tidak mengikuti bentuk standar seperti itu.
Misalnya:
- Semua yang dihukum itu karena
melanggar peraturan
- Kita selalu mematuhi peraturan
- Kita tidak perlu cemas bahwa
kita akan dihukum.
Pernyataan itu dapat dikembalikan
menjadi:
a. Semua yang melanggar peraturan
harus dihukum
b. Kita tidak pernah melanggar
(selalu mematuhi) peraturan
c. Kita tidak dihukum.
Secara singkat silogisme dapat
dituliskan
JikaA=B dan B=C maka A=C
Silogisme terdiri dari ; Silogisme
Katagorik, Silogisme Hipotetik dan Silogisme Disyungtif.
Silogisme
Katagorik
Silogisme Katagorik adalah
silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung
silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis
mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang
termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut
adalah term penengah (middle term).
Contoh :
Semua Tanaman membutuhkan air
(premis mayor)
……………….M……………..P
Akasia adalah Tanaman (premis
minor)
….S……………………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M =
Middle term)
Hukum-hukum
Silogisme Katagorik
Apabila
dalam satu premis partikular, kesimpulan
harus parti¬kular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan
menyehatkan
Sebagian makanan tidak
menyehatkan,
Jadi Sebagian makanan tidak halal
dimakan
(Kesimpulan tidak boleh: Semua
makanan tidak halal
dimakan).
Apabila
salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga,
seperti:
Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat adalah korupsi,
jadi
Sebagian pejabat tidak disenangi.
(Kesimpulan tidak boleh: Sebagian
pejabat disenangi)
Dari dua premis yang sama-sama
partikular tidak sah diambil kesimpulan.
Beberapa politikus tidak jujur.
Banyak cendekiawan adalah
politikus, jadi:
Banyak cendekiawan tidak jujur.
Jadi: Beberapa pedagang adalah
kikir. Kesimpulan yang diturunkan dari premis partikular tidak pernah
menghasilkan kebenaran yang pasti, oleh karena itu kesimpulan seperti:
Sebagian besar pelaut dapat
menganyam tali secara bai
Hasan adalah pelaut, jadi:
Kemungkinan besar Hasan dapat
menganyam tali secara baik adalah tidak sah. Sembilan puluh persen pedagang
pasar Johar juju Kumar adalah pedagang pasar Johar, jadi: Sembilan puluh persen
Kumar adalah jujur.
1) Dari dua premis yang sama-sama
negatit, tidak mendapat kesimpulan apa pun, karena tidak ada mata rantai
ya hubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpul diambil bila sedikitnya salah
satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negatif adalah
tidak sah.
Kerbau bukan bunga mawar.
Kucing bukan bunga mawar.
….. (Tidak ada kesimpulan) Tidak
satu pun drama yang baik mudah dipertunjukk Tidak satu pun drama Shakespeare
mudah dipertunju Jadi: Semua drama Shakespeare adalah baik. (Kesimpulan tidak
sah)
2) Paling tidak salah satu dari
term penengah haru: (mencakup). Dari dua premis yang term penengahnya tidak ten
menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:
Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin
Jadi: Binatang ini adalah ikan.
(Padahal bisa juga binatang
melata)
3) Term-predikat dalam kesimpulan
harus konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Bila tidak,
kesimpulan lenjadi salah, seperti
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Jadi: Kambing bukan binatang.
(‘Binatang’ pada konklusi
merupakan term negatif sedang-
kan pada premis adalah positif)
4) Term penengah harus bermakna
sama, baik dalam premis layor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna
mda kesimpulan menjadi lain, seperti:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Jadi: Januari bersinar di langit.
(Bulan pada premis minor adalah
nama dari ukuran waktu
yang panjangnya 31 hari, sedangkan
pada premis mayor
berarti planet yang mengelilingi
bumi).
5) Silogisme harus terdiri tiga
term, yaitu term subjek, preidkat, dan term menengah ( middle term ), begitu
juga jika terdiri dari dua atau lebih dari tiga term tidak bisa diturunkan
komklsinya.
Silogisme
Hipotetik
Silogisme Hipotetik adalah argumen
yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya
adalah proposisi katagorik.
Ada 4 (empat) macam tipe silogisme
hipotetik:
1. Silogisme hipotetik yang premis
minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Silogisme hipotetik yang premis
minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3. Silogisme hipotetik yang premis
minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah
dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak
dilaksanakan dengan paksa,
Jadi kegelisahan tidak akan
timbul.
4. Silogisme hipotetik yang premis
minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan,
pihak penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke
jalanan.
Hukum-hukum Silogisme Hipotetik
Mengambil konklusi dari silogisme
hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang
penting di sini dalah menentukan ‘kebenaran konklusinya bila premis-premisnya
merupakan pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan
dengan A dan konsekuen .engan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
1) Bila A terlaksana maka B juga
terlaksana.
2) Bila A tidak terlaksana maka B
tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana, maka A
terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A
tidak terlaksana.
Kebenaran hukum di atas menjadi
jelas dengan penyelidikan
berikut:
Bila terjadi peperangan harga
bahan makanan membubung tinggi
Nah, peperangan terjadi.
Jadi harga bahan makanan membubung
tinggi.( benar = terlaksana)
Benar karena mempunyai hubungan
yang diakui kebenarannya
Bila terjadi peperangan harga
bahan makanan membubung tinggi
Nah, peperangan terjadi.
Jadi harga bahan makanan tidak
membubung tinggi (tidak sah = salah)
Tidak sah karena kenaikan harga
bahan makanan bisa disebabkan oleh sebab atau faktor lain.
Silogisme
Disyungtif
Silogisme Disyungtif adalah
silogisme yang premis mayornya keputusan disyungtif sedangkan premis minornya
kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut
oleh premis mayor.Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan
premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya.
Silogisme ini ada dua macam,
silogisme disyungtif dalam arti
sempit dan silogisme disyungtif
dalam arti luas. Silogisme disyungtif
dalam arti sempit mayornya
mempunyai alternatif kontradiktif,
seperti:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus, jadi
la bukan tidak lulus.
Silogisme disyungtif dalam arti
luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif, seperti:
Hasan di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi di pasar.
Silogisme disyungtif dalam arti
sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis minornya mengingkari
salah satu alternatif, konklusi-nya adalah mengakui alternatif yang lain,
seperti:
la berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.
Ia berada di luar atau di dalam.
ternyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.
2) Premis minor mengakui salah
satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain,
seperti:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di sekolah.
Jadi ia tidak berada di masjid.
Hukum-hukum
Silogisme Disyungtif
1. Silogisme disyungtif dalam arti
sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya
valid, seperti :
Hasan berbaju putih atau tidak
putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
Hasan berbaju putih atau tidak
putih.
Ternyata ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju non-putih.
2. Silogisme disyungtif dalam arti
luas, kebenaran koi adalah sebagai berikut:
a. Bila premis minor mengakui
salah satu alterna konklusinya sah (benar), seperti:
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi bukan pelaut
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah pelaut.
Jadi bukan guru
b. Bila premis minor mengingkari
salah satu a konklusinya tidak sah (salah), seperti:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke
Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi
ia lari ke kota lain).
Budi menjadi guru atau pelaut.
Ternyata ia bukan pelaut.
Jadi ia guru. (Bisa j’adi ia
seorang pedagang).
SALAH NALAR
· Pengertian Salah Nalar (fallacy)
Salah nalar adalah
gagasan, perkiraan atau simpulan yang keliru atau sesat. Pada salah nalar kita
tidak mengikuti tata cara pemikiran dengan tepat. Telaah atas kesalahan itu
membantu kita menemukan logika yang tidak masuk akal dalam tulisan. Di bawah
ini ada sepuluh macam salah nalar yang telah ditemukan dalam karangan mahasiswa
tingkat awal.
· Jenis – Jenis Salah Nalar
1.1 Deduksi yang Salah
Salah nalar yang amat lazim ialah
simpulan yang salah dalam silogisme yang berpremis salah atau yang berpremis
yang tidak memenuhi syarat.
Misalnya: Pengiriman manusia ke
bulan hanya penghamburan. ( Premisnya: Semua eksperimen ke angkasa
luar hanya penghamburan).
1.2 Generalisasi yang Terlalu Luas
Salah nalar ini disebut juga induksi
yang salah karena jumlah percontohnya yang terbatas tidak mamadai. Harus
dicatat bahwa kadang-kadang percontoh yang terbatas mengizinkan generalisasi
yang sahih.
Misalnya : Orang Indonesia malas
tetapi ramah. (Orang Indonesia ada yang malas dan ada juga
yang tidak ramah).
1.3 Pemikiran ‘atau ini, atau itu’
Salah nalar ini berpangkal pada
keinginan pada keinginan untuk masalah yang rumit dari dua sudut pandang (yang
bertentangan) saja. Isi pernyataan itu jika tidak baik, tentu buruk; jika tidak
betul, tentu salah: jika tidak putih, tentu hitam.
Misalnya : Petani harus
bersekolah supaya terampil.(Apakah untuk menjadi terampil kita
selalu harus bersekolah?)
1.4 Salah Nilai atas Penyebaban
Generalisasi induktif sering disusun
berdasarkan pengamatan sebab dan akibat, tetapi kita kadang-kadang tidak
menilai dengan tepat sebab suatu peristiwa atau hasil kejadian. Khususnya dalam
hal yang menyangkut manusia, penentuan sebab dan akibat sulit sifatnya. Salah
nilai atas penyebab yang lazim terjadi ialah salah nalar yang disebutpost
hoc, ergo propter hoc ‘sesudah itu, maka karena itu’.
Misalnya : Swie King jadi juara
karena doa kita. (Lawan Swie King tentu juga didoakan para
pendukungnya).
1.5 Analogi yang Salah
Analogi adalah usaha perbandingan dan
merupakan upaya yang berguna untuk mengembangkan penalaran. Namun, analogi
tidak membuktikan apa-apa dan analogi yang salah dapat menyesatkan karena
logikanya salah.
Misalnya : Rektor harus memimpin
universitas seperti jenderal memimpin divisi. (Universitas itu bukan
tentara dengan disiplin tentara).
1.6 Penyimpangan Masalah
Salah nalar di sini terjadi jika argumentasi
tidak mengenai pokok, atau jika kita menukar pokok masalah dengan pokok yang
lain, ataupun jika kita menyeleweng dari garis.
Misalnya : Program Keluarga
Berencana tidak perlu karena tanah di Kalimantan masih kosong (Manusia
tidak bisa hidup dengan hanya memiliki tanah).
1.7 Pembenaran Masalah Lewat Pokok
Sampingan
Salah nalar di sini muncul jika
argumentasi menggunakan pokok yang tidak langsung berkaitan, atau yang remeh,
untuk membenarkan pendiriannya. Misalnya, orang merasa kesalahannya dapat dibenarkan
karena lawannya juga berbuat salah.
Misalnya : Saya boleh berkorupsi
karena orang lain berkorupsi juga. (Korupsi dihalalkan karena
banyaknya korupsi dimana-mana).
1.8 Argumentasi ad hominem
Salah nalar terjadi jika kita dalam
argumentasi melawan orangnya dan bukan persoalannya. Khususnya di bidang
politik, argumentasi jenis ini banyak dipakai.
Misalnya: Ia tidak mungkin
pemimpin yang baik karena kekayaannya berlimpah. (Yang dipersoalkan bukan
kepemimpinannya)
1.9 Imbauan pada Keahlian yang Disangsikan
Dalam pembahasan masalah, orang sering
mengandalkan wibawa kalangan ahli untuk memperkuat argumentasinya. Mengutip
pendapat seorang ahli sangat berguna walaupun kutipan itu tidak dapat
membuktikan secara mutlak kebenaran pokok masalah. Misalnya : kita mengutip
pendapat bintang film tentang pengembangan demokrasi.
1.10 Non Sequitur
Dalam argumentasi, salah nalar ini
mengambil simpulan berdasarkan premis yang tidak, atau hampir tidak, ada
sangkut pautnya.
Misalnya : Partai Rakyat Madani
paling banyak cendekiawannya; karena itu usul-usulnya paling bermutu. (Tidak
ada korelasi antara kecendekiaan dan kepandaian merumuskan usul).
· Kesalah Nalar Ada Dua macam:
1. Kesalahan nalar induktif, berupa :
a. kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas,
b. kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat,
c. kesalahan analogi.
2. Kesalahan deduktif
dapat disebabkan :
a. kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi;
b. kesalahan karena adanya term keempat;
c. kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi; dan
d. kesalahan karena adanya 2 premis negatif.
Fakta atau data yang akan dinalar itu
boleh benar dan boleh tidak benar.
· Salah Nalar dalam Komunikasi
Salah satu penyampaian komunikasi adalah berita, baik itu dari media
elektronik, ataupun dari media massa. Penyampaian berita yang dsampaikan sering
sekali terjadi kesalahan dalam berpikir, sehingga dapat mengakibatkan kesalahan
dalam penalaran/nalar bagi penerima berita.
Kekurang cermatan
seseorang atau jurnalis dalam melihat hubungan logis antara satu fakta dengan
fakta lain dalam konteks hubungan sebab-akibat, dan kekurangcermatan itu
kemudian dituangkan dalam teks berita, bisa menyesatkan “logika” pembaca atau
pemirsa. Ketika pembaca atau pemirsa menganggap teks yang dihasilkan jurnalis
itu sebagai sebuah kebenaran, maka kesesatan logika pun jadi dianggap benar.
Fakta berupa pernyataan yang mengandung salah nalar atau sesat logika
memang bisa saja berasal dari narasumber. Bisa saja narasumber sengaja untuk
kepentingan tertentu, atau tak sengaja karena sebab tertentu. Namun, bukan
berarti jurnalis bisa begitu saja meloloskannya menjadi fakta dalam teks
berita. Bahkan, pada tahap awal, jurnalis seharusnya langsung
mempersoalkan pernyataan yang salah nalar itu kepada narasumber.
Sebagai contoh
pernyataan salah nalar muncul di dua media cetak, Kedaulatan Rakyat(24/3/09,
hal 24) dan Koran Tempo (25/3/09, hal B3) :
- Pada Kedaulatan
Rakyat, salah nalar muncul di alinea ke-5 berita berjudul Golput
Rugikan Proses Demokrasi. Berita ini memuat pernyataan dua pimpinan partai
politik tentang golput pada saat keduanya kampanye, yaitu Yusril Ihza Mahendra
(Ketua Majelis Syuro Partai Kebangkitan Bangsa) dan MS Kaban (Ketua Umum Partai
Bulan Bintang).
Alinea ke-5 berita tersebut, yang hanya
terdiri atas tiga kalimat (dua kalimat tak langsung dan satu kalimat langsung
berupa kutipan), memuat pernyataan MS Kaban tentang golput. Alinea selanjutnya
berisi topik lain yaitu tentang panwaslu.
Alinea ke-5 ditulis demikian:
Hal senada diungkapkan Ketua Umum PBB,
MS Kaban. Menurut Kaban, golput merupakan tindakan orang yang tidak
bertanggungjawab. “Sebab kita saat ini sedang mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI),” ujarnya.
- Pada Koran
Tempo salah nalar muncul pada berita tentang kelangkaan pupuk.
Persoalan salah nalar mulai di judul hingga di tubuh berita. Judul berita
suratkabar ini demikian:Pupuk Langka karena Petani Belum Ikut Kelompok Tani.
Pada lead (memimpin), salah
nalar di judul dipertegas.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa
Tengah Aris Budiono menyatakan kelangkaan atau kesulitan petani dalam
memperoleh pupuk pada musim tanam kedua tahun ini disebabkan masih banyak
petani yang belum masuk kelompok tani.
Langganan:
Poskan Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar